Cerpen Cinta Kala Takbir Bersenandung Cinta

Cerpen Cinta, cerpen sedih, cerpen tentang islam, cerpen tentang anak sekolah, cerpen remaja, cerpen bahagian, cerpen penuh dengan hikmah dan lain lainnya dapat sobat kirim kan di berry blog ke email berryhardisakha@ymail.com, seperti cerpen berikut yang berjudul Kala Takbir Bersenandung Cinta dari berbagai kumpulan cerpen yang dikirim oleh :


Nama Lengkap: Agung Kharisma
Alamat: LINGK.CIWARU RT 01 RW 08 CIPOCOK JAYA

Nah berikut cerpennya :

Kala Takbir Bersenandung Cinta

Pada tanggal 26 Desember 2004, pernah terjadi sebuah bencana yang menggemparkan tanah air yakni peristiwa tsunami di Aceh. Pada waktu itu, ayah dan ibuku sedang pergi keluar kota tepatnya Jakarta. Adzan dzuhur berkumandang setelah bel sekolahku berdering. Aku dan Ricky telah berada didepan mushola yang berada disekolahku.

Suara iqamat telah bersenandung dengan merdunya yang memaksa kami untuk segera mengambil air wudhu. Tepat setelah iqamat selesai bersenandung, kami telah usai mengambil air suci. Kami berdua telah berada tepat di barisan shaf paling depan, dekat dengan sang Imam.

Sholat berjamaah yang begitu khusu dan khidmat, hingga terdengarlah sebuah salam sebagai pertanda sholat telah usai.

Kami berdua pun beranjak pulang. Aku teringat, jikalau hari ini ayah dan ibuku tak bisa menjemput kepulangan adikku dari sekolahnya, dikarenakan mereka sedang ada urusan untuk bertemu dengan seorang clientnya yang ada di Jakarta.

Dengan segera kucari angkutan umum yang menuju sekolah adikku, dengan tujuan menjemputnya pulang. Selang beberapa menit berlalu, telah sampailah mobil yang kutumpangi didepan sebuah sekolah yang tak lain ialah sekolah adikku tercinta.

Kulihat sosok kecil yang tengah berdiri menantiku, seulas senyum terulas dari wajahnya yang polos.

Kusapa ia sambil kuberikan seulas senyum manis padanya.


"Zakia, maaf telah lama membuatmu menunggu. Kini sudah saatnya kita pulang ke rumah. Zakia ayo kita pulang sekarang ."

"Iyah tak apa-apa kakak. Aku senang karena kakak telah meluangkan waktu hanya untuk datang dan menjemput adikmu ini. "

"Sudah merupakan keharusan bagiku sebagai seorang kakak untuk menjemputmu wahai adikku yang manis." kataku sambil memberinya sebuah pujian supaya ia merasa senang.

  "Ah... Kakak bisa saja. Oh, aku terlupa akan sesuatu kak!"

  "Apakah itu adikku?"

  "Buku catatan kimia milikku tertinggal di meja"

  "Biar kuambilkan untukmu yah, adikku"

  "Sudahlah kak, Zakia tak enak hati bilamana terus merepotkanmu. Biar aku saja yang mengambilnya sendiri."

  "Kau tak usah sungkan dik, tapi Kakak punya sebuah saran yang bagus. Bagaimana jikalau kita mengambilnya bersama. Setuju?"

  "Setuju kak! Ide yang bagus."



  Kami berdua beranjak menaiki tangga, satu persatu anak tangga kuinjak dengan hati-hati dan pergelangan tangan adikku telah kupegang erat supaya ia tak terjatuh dari tangga.

  Diambilah sebuah buku yang Zakia tinggalkan di meja tempat ia meletakannya. Ketika kami berdua keluar dari kelas Zakia, bumi berguncang dengan keras sampai-sampai kami roboh dan terjatuh. Kupeluk adikku itu erat-erat.

  Ombak setinggi 10 meter menerjang hululalang perkotaan yang ada dihadapannya dalam satuan sekon. Kami hanya bisa berdo'a kepada Tuhan agar kami diselamatkan dari bencana maut yang tengah menghantui setiap jiwa yang akan dihantam olehnya.



  "Yaa Allah bilamana masih tersisa umur untuk kami berdua, maka selamatkanlah kami berdua dari bencana yang maha dahsyat ini. Hanya Kepada-Mu Lah kami meminta pertolongan. Amin"



  Hanya tinggal 2 km lagi, ombak tinggi besar itu akan segera menghantam sekolah berlantai dua yang kami tempati sekarang.

  Disekitar kami, terdapat begitu banyak orang yang mencoba melarikan diri mereka masing-masing tanpa memikirkan keluarganya.

  Yang mereka pikirkan, hanyalah menyelamatkan diri dari amukan ombak pembunuh massal yang dapat melahap jutaan jiwa didepannya.

  Sejenak kuterheran dengan tanah kelahiranku, mengapa terjadi bencana seperti ini?? Seingatku tak pernah kami berbuat kerusakan dimuka bumi.

  Adikku pun hanya bisa menutup matanya sambil merintih-rintih ketakutan. Dan apa yang bisa kuperbuat saat ini?? Tak ada!!!

  Hanya kepasrahan dan kerelaan menerima segala apa yang akan kudapati beberapa detik lagi yakni sebuah hantaman keras yang melululantahkan bangunan kokoh tempat kami berdua berlindung dari ganasnya amukan ombak.

  Ombak pun menerjang bangunan yang kami tempati. Entah, hal apakah yang seharusnya kulakukan, tapi satu hal pasti yang kutahu jikalau Tuhan akan melindungi seorang hamba yang berbakti kepada-Nya.

  Kuucapkan kalimat dzikir tiap detiknya, hingga bangunan tersebut tak kuat lagi bertahan.

 Lantai di sekitarku retak berjatuhan hingga terdengar retakan kecil disamping kananku, tepatnya tempat dimana adikku duduk.

  Spontan, kupegang erat tangan kecilnya ketika lantai itu retak dan jatuh terbawa arus.

  Kukuatkan tekadku untuk menarik malaikat kecil yang dititipkan Tuhan untuk kujaga, kuangkat tubuh kecilnya naik keatas bangunan yang tak rusak diterjang derasnya air.



  "Zakia, bertahanlah!! Jangan lepaskan tanganmu!!! Kakak akan menarikmu dengan sisa tenaga yang ada!! Tak akan kubiarkan kau jatuh kebawah!! Tak akan!!!"

  "Tapi Kak.....aku sudah tak kuat lagi. Sudahlah, lepaskan saja uluran tanganmu itu kak........ Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita. Zakia minta maaf yah, jikalau selama ini Zakia nakal dan tak mau menghiraukan apa saja yang kakak bilang padaku."

  "Jangan berkata seperti itu Zakia!! Kakak sayang padamu!!! Tak akan kubiarkan kau terluka sedikitpun!!! Tak akan!! Uuuuaaaahhhhhhh!!!!!" Kutarik ia dengan sekuat tenaga dan berhasil kuselamatkan tubuh mungil nan lucu itu.



  Dia pun tersenyum kearahku, sambil meneteskan sebuah air mata, air mata kasih sayang antara kakak beradik yang tak akan lekang dimakan waktu.

  Sesaat setelah kuselamatkan ia, kutersadar bilamana tempatku berdiri merupakan tempat yang rapuh. Dan terdengar olehku suara retakan yang membesar, hingga membuatku tak punya pilihan lain kecuali mendorong Adikku kearah bangunan yang masih utuh.

  Kudorong ia dan ternyata usahaku itu tak sia-sia. Dia terselamatkan dari retakan yang akan menjatuhkannya kedalam arus ganas tak bersahabat, sedangkan aku????

  Aku terjatuh terbawa derasnya air yang menderu, terdengar olehku suara yang tak asing di telingaku, suara merdu dari lisan sang adik tercinta, yang semakin kabur ditangkap oleh indera pendengaranku yang tergenang air begitu banyak.



  "Kaakaaaaaaaaaaak!!!!!"



  Semuanya menjadi gelap dan sepi. Inikah alam bawah sadar manusia??? Ataukah aku telah meninggal???



  kuterbangun oleh sinar yang menyilaukan mata. Alhamdulilah, terimakasih telah kau berikan daku umur panjang Yaa Allah.

  Kuangkat puing-puing bangunan yang menimpa salah satu organku yang kugunakan untuk berjalan.

 Terasa begitu sakit saat kuangkat bongkahan material bangunan yang menindih kaki kecilku yang nan mungil. Rasa ngilu dan nyeri yang berkepanjangan membuatku tergolek lemas dan tak berdaya.

 Kupandangi langit-langit ciptaan Tuhan yang menyelimuti dunia. Sejenak aku putus asa, sekujur tubuhku tiba-tiba tak merespon untuk mematuhi apa yang di instruksikan oleh otakku. Ayo bergerak!!! Bergerak!!!!

 Perasaan putus asa menghantui pikiran yang kosong ini. Mungkin raga ini telah terbentur begitu keras dengan apa saja yang terbawa oleh arus air.

  Hingga terbayanglah sebuah sosok dalam benakku, sosok yang begitu familiar dalam memori dan ingatanku. Aku ingat benar siapa sosok yang hadir dalam angan di kepalaku. Ya, dialah adikku, Zakia.

  Kukumpulkan semua semangat untuk melawan kelumpuhan organku yang tak mau mematuhi perintah otak.

  Perlahan jemari tanganku dapat kugerak-gerakan, kaki kiri dan kananku pula dapat bergerak.

 Terbangunlah badanku yang sempat tergolek lemas ditanah. Semua itu karena kekuatan cinta. Cinta seorang Kakak terhadap adiknya, cinta tanpa pamrih sedikitpun yang dapat memberi kekuatan internal pendorong semangat membara.

  Terdengar suara adzan di sekitar tempatku berdiri. Ah...ternyata suara itu berasal dari Masjid Baiturrahman dan letaknya tak jauh dari pandanganku yang sedikit kabur tepatnya hanya sekitar 500 meter dari tempatku berdiri sekarang.

  Kulangkahkan kakiku menuju singgasana Tuhan Yang Maha Kuasa tepatnya sebuah Masjid. Suara adzan terdengar syahdu oleh telingaku yang sedikit berdebu dikarenakan ombak yang menyeret badanku yang tak berdaya ini.

  Ngomong-ngomong, di manakah gerangan adikku??? Kulihat disekelilingku pemandangan yang tak mengenakkan hati, terlihat olehku mayat-mayat manusia bertebaran di tanah lapang yang berantakan.

  Semoga saja Adikku baik-baik saja Yaa Allah. (Batinku meminta pada Tuhan Yang Maha Kuasa).

 Tak kuperdulikan robekan luka dikaki dan di sekujur tubuhku yang penuh darah. Yang kupikirkan saat ini hanyalah adikku, Zakia.

  Kuteringat, jikalau di dalam Masjid Baiturrahman terdapat pula kamar mandi, aku dapat menggunakannya untuk mandi dan membersihkan tubuhku yang lusuh dan berdebu.

  Terdengar olehku riak air yang keluar dari keran pipa air tepat dihadapanku. Terlihat sosok seorang gadis kecil tengah mengambil air wudhu.

  Kucermati sosok itu baik-baik dan ternyata, dialah adikku yang selama ini kukhawatirkan keadaannya. Syukurlah, jikalau dia yang kucintai selamat.

  Terimakasih Ya Allah. (Batinku seraya mengucap syukur  kepada Tuhan).

  Kuteriakan namanya dengan suara nyaring sambil berlari kearahnya.


  "Zakiaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!"


  Dia pun tersadar akan kehadiranku, dipalingkannya wajahnya dari tempat semula dan kini tertuju padaku.

  Responnya begitu melihat kehadiran dia yang dicintainya yakni akulah, kakaknya. Langsung dia berlari sambil berteriak memanggil namaku.

 "Kakaaaaaaaaaaaaaaaaaak. Kaaaak Aguuuunng!!!" teriaknya sambil berlari-lari kecil dari tempat semula ia berdiri.

 Kupeluk erat sosok manis di hadapanku itu, yang tak lain ialah adikku tercinta. Limpahan tetesan air mata jatuh tak terbendung dari dua bola mata kami yang membasahi wajah.

Suara adzan yang terus berkumandang dengan merdu, seakan-akan suara itu merupakan senandung lagu indah yang diperuntukkan kepada kami yang tengah terharu biru atas sebuah pertemuan di kala adzan bersenandung dengan nuansa cinta yang membalut setiap alunan suaranya. 


0 komentar:

Posting Komentar